Selasa, 28 Januari 2014

Jangan asem opo jangan lodeh?

Wah, hari ini rumah kedatangan tamu kawannya bu Naryo. Yang kemudian membuat percakapan menjadi seru. Apalagi kalo bukan topik parenting :-) Kakek nenek tamu ini bersungut-sungut menceritakan kalo anaknya terlalu memanjakan cucunya karena memilih tidak menggunakan kata " Jangan ".Getting familiar right? Mencari penganti kalimat negatif menjadi kalimat posit. Daripada menggunakan "jangan lari" lebih baik menggunakan kalimat "Jalan". Menurut sang kakek....itu membuat anak membantah, menawar. Lalu saya bertanya, "Harusnya gimana?". Ya sudah, pake kalimat Jangan. Titik. Patuh. ^_^

Saya mengakui kalo saya penganut penggunaan kalimat positif bukan karena penganut budaya barat yang liberal, tapi semata - mata pengunaan kalimat "Jalan yuk" lebih mudah dipahami anak saya. Pasti banyak teori yang melatar belakangi sampai pola sedemikian ada. Saya pun balik bertanya : Bapak pernah nggak dilarang orang tuanya tapi nyuri-nyuri? Jawaban tidak dari kakek nenek tapi dari bu Naryo, "Kalo saya pernah. Harusnya tidur siang tapi main ke jublang - kubangan air macam rawa -, dan berenang di jublang itu dilarang padahal". Nah lo!!!

Si kakek maunya ya udah kalo dibilang jangan, no question, patuh aja. Hoahhh!!! Enak deh, Doktrin semacam itu mungkin bisa diaplikasikan ke orang tertentu saja. Paling nggak ke saya nggak bisa :)) Kalo saya dilarang dan menurut saya nggak masuk dalam logika saya, saya pasti akan "Kenapa?". Susah ya jadi orang tua saya, musti ngeladenin pertanyaan "Kenapa?". Kriukkk. Doktrin tanpa penjelasan menurut saya membunuh cara berpikir. Alih-alih menyelematkan justru bom waktu. Di rumah nurut tanpa berpikir. Aman. Masak iya ada ortu sengaja mendoktrin jelek? Bagaimana di luar rumah? Ketika anak mendewasa? Doktrin siapa yang membuatnya aman? Berpikir itu membutuhkan latihan - lagi-lagi IMO, ya -. Justru anak bertanya kenapa, itu tandanya dia berpikir. Sebagai orang tua sewajarnya menjadi fasilitas belajar. Ngajarin gini lho kenapa ini ga boleh, kenapa itu ga boleh, alasannya gini. Akibatnya gini. IMO, kalo orang tua nggak mau (susah-susah) menjelaskan dan hanya berpegang pokoke....aturanku gini pokoke nurut, yaaa....bisa jadi si ortu ora kreatif atau......ortunya sendiri nggak mengalami masa perpikir. Adanya nelan aja dari pendahulunya. Sekali lagi, iya kalo doktrin itu benar. Dan itu bukan membuat anak dimanjakan. Tidak pernah salah. Semau-maunya.

Apakah saya bisa sama sekali nggak mengunakan kalimat " Jangan". Yo ora. Masih saya berkata, "Jangan main di situ. Itu bukan tempat bermain. Mainnya di sini saja". Jelas paham, di situ dilarang karena bukan tempat bermain.

Menelan mentah-mentah tidak bijaksana, menolak mentah-mentah juga tidak bijaksana. Berpikir dengan ilmu akan menjembataninya. Btw, ini sekedar sharing ya :p


Tidak ada komentar: