Kamis, 21 Juni 2018

Kulari ke pantai, belok ke hutan

Kulari ke pantai, belok ke hutan.... 
Hahaha.... Ini bukan postingan tentang film ku lari ke pantai, karena ya memang belum tayang. 

Btw, mohon maaf lahir dan batin ya wahai pembaca budiman. 

Gimana kabar long holiday-nya? Saya mau surhat setitik, eh, banyak πŸ˜‚ masa hari raya (apapun) pastilah identik dengan kumpul keluarga, kumpul kerabat, dan muncullah drama πŸ˜‚ kalo di saya, drama itu tidak dari keluarga ring pertama. Karena keluarga besar itu jumlahnya sedikit dan memang dekat. Biasanya baper timbul dari kerabat. Sepupu - semisal - seembuhlah dari eyangnya LiLo. Dan topik kali ini di bidang parenting, taradungces.

As you know sekolah LiLo sekolah biasa. Ngga Dwi bahasa, manggil gurunya bapak ibu guru, ngga 'ambisius' calistung, ngga banci lomba. Wis pokoknya niat dasar sekolah adalah memaksimalkan kemampuan motorik kasar halus pendidikan anak usia dini. Les pun hanya les musik di Yamaha. Itu pun karena anaknya kepo not balok dan saran dari psikolog-nya untuk melatih fokusnya. 
Masih berdasarkan penelitian tim psikiatri anak dari University of Vermont College of Medicine, latihan musik dapat membantu anak-anak menjadi lebih fokus pada apa yang mereka kerjakan. Korteks yang menjadi lebih tipis akibat bermain musik, bermanfaat mengatasi masalah konsentrasi anak dan membuat memori anak bekerja dengan baik.
Sedangkan  anak kerabat sekolah di tempat dwi, tri bahasa. Belum lagi ikutan kursus k*, mewarnai gradasi, gym, dsb dst dll. Mana saat kumpul keluarga si anak ngga petakilan, duduk ngerjain PR k* yang katanya bundle-an. Galaulah si eyang. Akankah kelak masa depan LiLo cemerlang? Akankah sanggup menghadapi hidup jika dari kecil ngga disibukkan dengan daftar padat merayap oleh momager. Jangan main mulu. Mamah garuk-garuk kepala yang ngga ketombean πŸ˜‚


Well anyway.... Pertanyaan itu sungguh sukarlah dijawab. Saya bukan ahli nujum juga. Dan ya, di usia LiLo sekarang belajar itu memaknai pengalaman. Learning through playing. Tapi tidak kemudian melalaikan kewajibannya. Kalo kata Pak Ge, 'main itu karena waktu luang. Selama tidak ada kewajiban yang terbengkalai ya sudah' 😁 kalo risih banyak main, cek tanggung jawab terhadap kewajiban.


Ini ada video yang mungkin mewakili kami. Tidak menafikan kegunaan matematika dll tapi ada PR yang harus kami hadapi dulu, yakni :

umur 0 - 2 tahun Rutenya adalah membangun rutinitas
umur 1 - 3 tahun membangun keterampilan memilih
umur 2 - 4 tahun membangun keterampilan menawar (sebagai pembeli)
umur 3 - 5 tahun membangun keterampilan menawar (sebagai penjual)
umur 4 - 6 tahun membangun keterampilan berdagang (win-win transaction)
umur 5 - 7 tahun membangun keterampilan memperjuangkan keinginan
umur 6 - 8 tahun membangun keterampilan menghadapi resiko (mengalami akibat)
umur 7 - 9 tahun membangun keterampilan menghadapi resiko (mencoba solusi)
umur 8 - 10 tahun membangun keterampilan menghadapi resiko (membangun solusi)
umur 9 - 11 tahun membangun keterampilan menghadapi resiko (memeriksa solusi)
umur 10 - 12 tahun membangun keterampilan menentukan prilaku (mengatur strategi)
umur 11 - 13 tahun Program asuh didik tuntas, program pendampingan dimulai.

Mengetahui bakatnya ok, tapi jika dia tidak bisa mempejuangkannya sendiri karena diprovide ortu selalu ya buat apa. Masa ortu mendampingi terbatas. Doa ortu semoga anaknya selamat dunia akhirat.

Ini judging ngga sih? Mudah-mudahan ngga ya. Tidak ada cara yang salah selama tujuannya tercapai. Betul? Eh, tapi selalu ada resiko yang mendampingi. 

Tidak ada komentar: