Selasa, 24 Maret 2015

Disuruh Ngaca Ini Mah

Beberapa saat lalu saya membaca tulisan Jihan Davinca. Status post FB rasa blog post. Panjang Bo'. Saya juga menyempatkan membaca kolom komentarnya. Hahaha...nganggur ya kakak :p Dan kemudian terngiang-ngiang di kepala saya. 'Can we afford our lifestyle or we just being spoiled by subsidy?'

Tik tok tik tok. Seberapa banyak hutang konsumsi kita punya?? Bukan membeli hal besar, misal membeli the newest gadget, the most hottest high heels, atau sepaket perawatan laser muka. Ini beneran kita butuh? Atau demi jadi social climber?! Semuanya serba gampang. Cicil aja. Bisa kok. We just care about now without think more about then.

Saya punya cerita. Pasangan suami istri tetangga. Yes, ceritanya bisa subyektif banget. Nggak pake penelusuran lebih lanjut. Pasangan suami istri yang menikah ketika saya SMP. Mungkin karena jauh dari daerah asal, si istri menganggap Bu Naryo tetua, jadi suka banget curhat. Yang dicurhatkan dari jaman dulu sampai anaknya terbesar SMA, yang kecil mau SMP, topik hidup ini mahal. Suami bekerja di Bank BUMN dan istri menerima pesanan kue-kue. Walo curhatnya cicilan-cicilan menghimpit, tapi keluarga ini nampak baik-baik saja. Anak-anak sedari TK sekolah di sekolah yang ngga average, yang tentu mahal. Belum lagi les English di EF. Drum. Mandarin. Bahkan saya dengar akhir-akhir ini senam ritmik. Liburan keluarga juga ke Universal studio, Legoland, Singapore, Malaysia, Thailand, dan destinasi hip lainnya. Ntah itu pake pesan harga promo apa ngga, kan saya lihatnya pokoknya liburan. Mobil juga, sepanjang bertetangga sudah ganti 3x. Kijang kapsul, Taruna, dan sekarang Nissan Livina. Selain mobil jatah kantor. Peralatan elektronik juga gitu. Terakhir punya WII, anaknya. Barang-barang jangan salah. Brand Kipling, Zara, Mango, Kickers common lah. Tapi ya gitu curhatnya sama Bu Naryo sekolah mahal, cabe mahal, listrik mahal, dan kemahalan lainnya. Dengan membaca tulisan Jihan, pertanyaannya Can we afford our lifestyle?! Do we deserve those life style?!

Pindah lagi obrolan sama agen asuransi. Sales asuransi susah. Lebih gampang jadi sales motor. Serenyah itukah kredit konsumsi?! Boro-boro asuransi macam Manulife, prudential, BPJS mungkin juga ntar aja lah.

*ngecek dana darurat masih valid ga ya hitungannya*

*Ngaca* 

Btw, saya belum pernah sih nyeletuk ke tetangga saya itu, 'Kalo lifestyle menghimpit, kenapa tidak membebaskan diri?' Saya ingat nasehat almarhum Pak Djono, 'urip kuwi sak madyo wae. Ra usah neko-neko. Mundak gendeng'

Jangan lupa juga mikir lifestyle masa pensiun karena take home pay sama uang pensiun jauhhhh :p

Tidak ada komentar: