Kamis, 22 Juli 2010

Random update

WARNING : POSTINGAN YANG LE TO THE BAY

Ok, kalo habis dari Rumah Sakit apalagi deket-deket ruang obgyn pasti bawaannya aura negatif mulu. Ya, emang urusan per-obgyn-an itu menakutan. Tapi anyway...karena lagi ngantri banget saya terpaksa duduk mengantri deket-deket obgyn.

Baru aja naruh pantat. Eh, ibu di samping saya negur:

Ibu : "Ikutan program bayi tabung juga ya?"

Belum juga dijawab si ibu nanya lagi

Ibu : "Jarak umurnya berapa tahun dari suaminya?"

Dengan muka polos dan senyum manis mengembang, saya menjawab : "I am surrogate mom"

Si Ibu langsung pura-pura sibuk dengan BB-nya

Buat sebagian orang jawaban saya itu nggak sopan. Memang. Saya merasa menyesal jadinya. Bukan karena nggak mau berbasa-basi atau heartless, tapi saya memang nggak suka asumsi. Oh, oke...menegur itu wajar. Tapi buatlah basa-basi yang wajar. Kenapa si ibu tadi mengira saya mau program bayi tabung? Hanya ibu tadi yang tahu.

Oke, masih di ruang yang sama. Setelah ibu itu melipir dari sebelah saya, kuping saya ga sengaja dengar percakapan dua orang perempuan. Mature one. Kok saya bisa dengar? Uhm...one of them a bit emotional dan yang satu lagi hamil berpembawaan kalem.

Ibu hamil : Jadi masalahnya apa kamu sama suami?
Ibu emosional : Saya mau persamaan hak dan kewajiban. Dan nenek lampir itu nggak usah ikut-ikutan -tebak saya nenek lampir refer to her mother in law-
Ibu hamil : Emang tuntutannya apa?
Ibu emosional : Saya nggak mau disuruh-suruh bikin kopi sama suami saya. Kan persamaan gender. tak ada kewajiban saya masak,bikinin kopi

Gubrakkksss!!! Kupikir masalahnya KDRT. Oh...la la la...

Langsung saya prihatin sama si teman kalem yang lagi hamil itu. Orang hamil dicurhatin begitu? Dududu...

Oke, saya nggak setuju juga kalo istri berkewajiban melakukan pekerjaan domestik hanya karena jabatannya sebagai istri. Lha?!... Eits! Tunggu dulu. Maksud saya itu bukan kewajiban sebagaimana kewajiban kita sebagai karyawan yang harus memenuhi deadline. Istri masak, bikinin kopi buat suami karena istri CINTA sama suami. Nggak mau suaminya telat makan, kan?

Ya sama saja lah Prim?!

Ya nggak. Kalo KEWAJIBAN apa bedanya kita sama pembokat??? Cari aja pembokat, jangan istri. Apalagi nyari istri dengan alasan biar ada yang ngurus. Big NO NO NO. Nah, ga ada hubungan dengan gender ketika berada dalam hubungan suami istri. Partner for sharing life. Istri masak buat suami dan suami bawa mobil istrinya ke bengkel atau suaminya masak dan istri bawa ke bengkel sendiri punyanya. Jadi kedua belah pihak musti happy. Nggak boleh melakukan karena TEKANAN negatif.

Ngomong soal tekanan. Kali ini latar belakang beda tapi tetep kondisi di Rumah Sakit. Teman dirawat karena anaroxia. My beautiful friend. Simply reason. Dia stres dengan kondisi lingkungan yang nggak nyaman. Kebetulan dua bersaudara perempuan. Adiknya sudah menikah, ibunya kebakaran jenggot takut kakaknya nggak laku-laku. Dijodohkan, tapi jodoh rupanya tak berpihak. Pertunangan putus for crusial reason. Dia stres. Bisa nggak makan sampai tiga hari and that happend almost a year. Sampai kemarin komplikasi. I have no idea what is her mom feeling see her like that :(

Terlalu berlebihankah kalo itu disebut pembunuhan?

Apa yang baik menurut A belum tentu aplikatif buat B. Kenapa sih membuat lingkungan nyaman dan ramah untuk seorang perempuan itu susah?

Paradigma itu cara pandang, Faith itu kepercayaan atas nilai baik. Saya jadi ingat, haruskah kita mengerti dunia atau dunia harus mengerti kita?



1 komentar:

Lala mengatakan...

1.surrogate mom? hillarious :D
2.Istri BUKANLAH pembokat, that's for sure. cudn't agree more, yaahhh kecuali klo dy kawin ma pembokatnya (eh, tp udh ga dibayar lg pan?)
3.sumtimes the real pressures comes from place close to Us, saying "in the name of love & caring"