Jenis Film : Comedy Satire
Produser : Zairin Zain
Produksi : Citra Sinema
Pemain :
-. Reza Rahadian
-. Deddy Mizwar
-. Slamet Rahardjo
-. Jaja Mihardja
-. Tio Pakusadewo
-. Asrul Dahlan
-. Ratu Tika Bravani
-. Rina Hasyim
-. Sakurta Ginting
-. Sonia
-. Deddy Mizwar
-. Slamet Rahardjo
-. Jaja Mihardja
-. Tio Pakusadewo
-. Asrul Dahlan
-. Ratu Tika Bravani
-. Rina Hasyim
-. Sakurta Ginting
-. Sonia
Sutradara : Deddy Mizwar
Muluk (Reza Rahardian) seorang sarjana S1 Manajemen yang hampir dua tahun lulus dari bangku kuliahnya. Walaupun begitu setelah masa pendidikannya itu, ia belum juga mendapatkan pekerjaan yang bisa dibanggakan kepada ayahnya Makbul (Dedi Mizwar). Sampai akhirnya Muluk mendapati seorang bocah di pasar sedang mencopet dan memergokinya yang akhirnya membawa Muluk pada pekerjaan barunya.
Perjumpaan Muluk dan Komet (Angga) membawanya bertemu dengan Jarot (Tio Pakusadewo) yang notabene adalah bos para pencopet. Jarot dengan rapi mengorganisir sekelompok pencopet yang berjumlah hampir 20 anak di bawah umur dan membaginya menjadi tiga kelompok copet yang terdiri dari copet pasar, copet mall dan copet angkot. Walau sedikit kaget dengan apa yang ia dapati di sebuah rumah tua yang kumuh, dari sinilah muluk mendapatkan ide cemerlang untuk para pencopet cilik ini.
Di tempat lain Syamsul (Asrul Dahlan) sarjana pendidikan yang juga masih menganggur, merasa putus asa dengan nasibnya yang tak kunjung membaik. Setiap hari waktunya dihabiskan dengan bermain gaple di gardu hansip. Sedangkan Pipit (Tika Bravani) yang merupakan anak ustad H.Rahmat (Slamet Rahardjo) memiliki kebiasaan mengikuti kuis-kuis di TV dan mengirimkan undian berhadiah. Keduanya akhirnya diajak Muluk untuk menjalakankan proyek yang diberi nama oleh Muluk pengembangan sumber daya manusia. Ketiga sahabat ini tanpa lelah mencoba mengubah pola pikir para pencopet ini agar tidak lagi mencopet. Berhasilkah usaha Muluk dan kedua sahabatnya itu mengubah nasib para pencopet? Dan bagaimana reaksi pak Makbul dan Haji Rahmat begitu tahu kalau anaknya menerima gaji dari mencopet?
Film arahan sutradara Dedy Mizwar sepertinya garansi untuk sukses. Namun rupanya kemarin masih kalah dengan IRON MAN ^_^' Padahal film ini bagus sekali. Hanya orang yang benar-benar cinta negeri ini yang sanggup menulis scriptnya. Nonton film ini bagi saya bagaikan ditampar berkali-kali. Kalimatnya menusuk tapi disajikan dengan bahasa lucu. Seperti reaksi Pipit ketika tahu calon muridnya itu pencopet. Mukanya begidik ngeri, lalu Muluk berkomentar : "Kenapa lo? Liat koruptor di televisi biasa aja, kenapa sekarang lo ketakutan liat pencopet". Betul itu realita. Belum lagi kalimat pak Jarot ketika tahu kalo pencopet ogah berubah jadi anak asong :"Jadi pencopet sampai tua tetep aja miskin, beda sama koruptor. Keluar penjara tetap aja kaya. Karena mereka berpendidikan".
Betul. Sepertinya saya semakin permisif dengan koruptor tapi antipati dengan pengasong, penjual koran, PKL. Secara tidak langsung koruptorlah pencipta semua itu. Para pengasong, penjual koran, PKL adalah orang yang dengan keringat mencari sesuap nasi. Kalo dipikir, PKL, pengasong, penjual koran, perlu ditertibkan bukannya dilarang. Kata-kata : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Hiks! Jadi ingat perjuangan adikku kerja sosial di liposos.
Perjumpaan Muluk dan Komet (Angga) membawanya bertemu dengan Jarot (Tio Pakusadewo) yang notabene adalah bos para pencopet. Jarot dengan rapi mengorganisir sekelompok pencopet yang berjumlah hampir 20 anak di bawah umur dan membaginya menjadi tiga kelompok copet yang terdiri dari copet pasar, copet mall dan copet angkot. Walau sedikit kaget dengan apa yang ia dapati di sebuah rumah tua yang kumuh, dari sinilah muluk mendapatkan ide cemerlang untuk para pencopet cilik ini.
Di tempat lain Syamsul (Asrul Dahlan) sarjana pendidikan yang juga masih menganggur, merasa putus asa dengan nasibnya yang tak kunjung membaik. Setiap hari waktunya dihabiskan dengan bermain gaple di gardu hansip. Sedangkan Pipit (Tika Bravani) yang merupakan anak ustad H.Rahmat (Slamet Rahardjo) memiliki kebiasaan mengikuti kuis-kuis di TV dan mengirimkan undian berhadiah. Keduanya akhirnya diajak Muluk untuk menjalakankan proyek yang diberi nama oleh Muluk pengembangan sumber daya manusia. Ketiga sahabat ini tanpa lelah mencoba mengubah pola pikir para pencopet ini agar tidak lagi mencopet. Berhasilkah usaha Muluk dan kedua sahabatnya itu mengubah nasib para pencopet? Dan bagaimana reaksi pak Makbul dan Haji Rahmat begitu tahu kalau anaknya menerima gaji dari mencopet?
Film arahan sutradara Dedy Mizwar sepertinya garansi untuk sukses. Namun rupanya kemarin masih kalah dengan IRON MAN ^_^' Padahal film ini bagus sekali. Hanya orang yang benar-benar cinta negeri ini yang sanggup menulis scriptnya. Nonton film ini bagi saya bagaikan ditampar berkali-kali. Kalimatnya menusuk tapi disajikan dengan bahasa lucu. Seperti reaksi Pipit ketika tahu calon muridnya itu pencopet. Mukanya begidik ngeri, lalu Muluk berkomentar : "Kenapa lo? Liat koruptor di televisi biasa aja, kenapa sekarang lo ketakutan liat pencopet". Betul itu realita. Belum lagi kalimat pak Jarot ketika tahu kalo pencopet ogah berubah jadi anak asong :"Jadi pencopet sampai tua tetep aja miskin, beda sama koruptor. Keluar penjara tetap aja kaya. Karena mereka berpendidikan".
Betul. Sepertinya saya semakin permisif dengan koruptor tapi antipati dengan pengasong, penjual koran, PKL. Secara tidak langsung koruptorlah pencipta semua itu. Para pengasong, penjual koran, PKL adalah orang yang dengan keringat mencari sesuap nasi. Kalo dipikir, PKL, pengasong, penjual koran, perlu ditertibkan bukannya dilarang. Kata-kata : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Hiks! Jadi ingat perjuangan adikku kerja sosial di liposos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar