Minggu, 21 Februari 2010

Ketika Mario Teguh adalah brand

Per besok jam 12 siang, account Mario Teguh (MT) di twitter akan dihapus. Penyebabnya adalah point #MTOF 6 : "Wanita yang pas untuk teman pesta clubbing bergadang sampai pagi. Chitchat yang snob, merokok, n kadang mabuk - tidak mungkin direncanakan menjadi istri".

Mario Teguh sebagai sebuah brand dihajar habis-habisan oleh para pengguna Twitter. Mario Teguh sudah meminta maaf dan menjelaskan bahwa itu semua karena kelalaian moderatornya. Jadi selama ini yang twiit itu bukan Mario teguh pribadi melainkan moderator. Dan, akhirnya ditutup saja account-nya untuk menghindari polemik berkepanjangan.

Anyway, permasalahan yang muncul menjadi dua hal. Yang Pro MT mengatakan bahwa ini dunia twitter bebas berbicara. Nggak ada yang salah, yang salah hanyalah sebuah persepsi. Yang kedua adalah kelompok yang merasa terlabeli. Dan saya melihatnya...Mario Teguh itu sebuah product. Product yang punya brand image, positioning, juga price tersendiri.

MT sebagai sebuah product sangatlah bagus. Bahkan sudah masuk dalam tahap marketing meaningful. Pengikut setia MT tidak hanya mendapatkan solution, connection, tetapi juga improvement. Solution karena provide valuable information, Connection karena adanya experiences bagi pemirsa, dan mencapai hirarki tertinggi yakni, achivment : help improve self or world. Apalagi di tengah-tengah keterpurukan rasa trust di tengah komunitas. Tapi perlu disadari bahwa perjalan sekarang ini bukan lagi paradigma 1.0 tapi sudah jadi 2.0. Era product-centric, sudah menjadi consumer-centric. Ini bukan semata-mata kebebasan berpendapat dan juga masalah persepsi. Jika MT hanya orang biasa dia mau ngomong aneh juga nggak akan digubris. Tapi MT itu sebuah product.

Tidak ada lagi informasi yang bersifat indoktrinasi. Akses informasi sudah begitu cepat dan mudah . Kredibilitas iklan makin surut dikalahkan oleh "mulut". Perubahan tidak hanya berhenti di sini. Di dunia ini nggak ada yang langgeng, kecuali perubahan itu sendiri. Informasi yang didapat publik akan mengubah persepsi terhadap dunianya.

Pemasaran sudah bukan lagi positioning, differensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek, integritas merek, dan menghasilkan citra merek. Nilai-nilai yang ditebarkan (Golden ways) itu tidak hanya mendongkrak profit tetapi juga menjamin karakter brand. Which is sopan santun dengan nilai-nilai perikemanusiaan.

Apapun itu, pelajaran sejarah menyatakan: sebuah product berupa manusia itu mission impossible. Manusia itu banyak lemahnya, banyak celanya. Walau dibentengi QC secanggih apapun, tetep aja bisa bocor. Contoh; Aa Gym tamat dengan pernikahan ke duanya, yang walaupun banyak juga pimpinan ponpes beristri dua. Tiger Woods. Dari label suami pencinta keluarga menjadi laki-laki kecanduan sex dan nilai kontraknya ilang aja. Sarah Palin. Apa sih salahnya hamil di luar nikah di Amerika sana?! Waktu kampanye itu menjadi sorotan. Banyaklah contohnya.

Lebih daripada itu semua, saya penonton The Golden Ways yang merasakan sebuah meaningful marketing. Saya ingat sebuah episode ketika beliau berkata ; "Jangan melabeli orang sembarangan". WOW! Siapapun pelakunya, dia ataupun moderator, tetap konsumen akan melihat MT.

Anyway, saya jadi ingat pesan bapak pendeta : "Jangan cintai orangnya, cintailah ilmunya". Siap! Apapun ajarannya, saya tetap menghormati dan menghargai, tinggal kita mengambil intisarinya. Kalo jokes sahabat saya : "Makanya lo nggak kawin-kawin, doyan bergadang sih". ^_^

Have fun!

Tidak ada komentar: