Harusnya senyum seperti ini lebih sering dilihat ^_^ |
Saya baru mendapat cerita memilukan dari ibu saya. Di dekat rumah ada sekolah TK swasta, gurunya datang ke rumah meminta nasehat. Kenapa ke ibu saya? Karena ibu saya pengurus kampung. Bu RW - yang bukan istri pak RW -. Bu guru TK tadi bercerita kalo ada anak murid yang ketika TK A menunggak pembayaran SPP 5 bulan dan TK B full 12 bulan ndak mbayar. Apa yang musti dilakukan karena penagihan sudah dilakukan namun tak ada respon?
Diusut, ternyata si anak ini (6,5th) dan adiknya (4 th) diasuh oleh nenek. Ibu, ayah, dan adik ketiga tinggal di suatu tempat. Si ayah tak bekerja. Si ibu bekerja di suatu pabrik dengan bayaran Rp 300.000,- / minggu dengan 6 hari kerja, jam kerja pendek. Total sebulan kalo nggak pake lembur yang diterima Rp 1.200.000,-. Kalo pake lembur ya ada uang tambahan. Ketika si ibu bekerja si anak ketiga dititipkan tetangga dengan membayar tentu saja. Dan fakta memilukan, anak pertama dan kedua untuk kebutuhan makan, sekolah, sehari-hari tidak dibiayai oleh orang tuanya. Semua diserahkan pada nenek.
Cerita pun bergulir. Setelah penagihan dari pihak sekolah, si nenek merasa ndak sanggup. Dibawalah 2 anak ini ke keluarga ayah. Diserahkan. Datanglah pihak keluarga ayah ke ibu saya. Mereka bercerita hasil rapat keluarga. Kakak laki-laki dari si ayah minta maaf dan bercerita, adiknya itu pengangguran dan hobi minum. Jelas sudah uang Rp 1.200.000,- larinya kemana. Pada rapat keluarga, pihak keluarga ayah menanyakan ini kepada si ibu : Sekarang kamu ngaboti (memilih) anak-anakmu, apa suamimu? Dan si ibu memilih suaminya. Membiarkan anak-anaknya terserah siapa mau urus.
Penyelesaian pembayaran dijanjikan oleh keluarga si ayah.
Mendengar cerita itu saya menjadi berpikir. Kupikir, suami - istri itu ketika dikaruniai anak maka itu berkah karunia Tuhan yang sangat luar biasa dalam hidup. Namun, ada ya, yang bisa begitu. Memilih suami tidak bertanggung jawab dibanding masa depan anak-anaknya. Seberapa besar luka yang ditanggung anak-anaknya dari pengabaian orang tuanya? Kalo memang anak menjadi beban, kenapa memilih hamil? Toh KB banyak caranya. Bukannya tanpa anak hidup mereka akan jauh lebih bebas? Tak ada tanggung jawab mendidik dan membesarkannya?
*Menghela nafas*
Ini yang disebut mencintai tanpa rasio. Di sisi lain banyak suami istri mendamba buah hati, di sisi satunya suami istri rela menelantarkan anak-anaknya. Mungkin KUA bener-bener harus melakukan sertifikasi, pasangan mana layak menikah dan tidak. Ya.....semoga kedua anak itu berada di tangan keluarga yang tepat. Sehingga tidak banyak trauma yang mereka alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar