Jumat, 02 April 2010

Hanya karena sang buah hati


Saya baru saja dibuat terharu dengan tulisan Ve Handojo. Saja jadi teringat dengan pergumulan seorang teman. Saya sangat keras bersikap atas pilihannya. Pilihannya menurut saya adalah sebuah pilihan yang sangat kekanak-kanakan. Itu seharusnya bukan urusan saya. Saya mengerti sekali kadang pernikahan itu nggak ideal. Bukan juga saya terlalu membela si istri yang berujung pada pembelaan berat sebelah. Saya hanya peduli pada putra tunggal mereka. Karena saya punya 2 orang kakak yang mengalami kepahitan apa itu broken home. Untung sekali, mereka tumbuh besar bersama kedua orangtua saya. Saya nggak mau cerita pahit kedua kakak saya menjadi cerita orang lain.

Kedua kakak saya menjadi piatu di usia yang sangat kecil. Ayahnya menghianati ibu mereka, hingga ibu mereka sakit lalu meninggal. Ayahnya menikah lagi. Lalu mereka berdua dibawah pengasuhan ma,pa, dan keluarga besar saya.

Cerita selanjutnya pahit. Bagaimana si ayah tak pernah muncul lagi dalam kehidupan mereka. Hingga mereka dewasa. Sampai kakak perempuan menikah, pa yang berbeda keyakinan meminta ayah kandungnya menjadi wali. Si ayah tak kunjung muncul. Sampai nenek saya harus datang. Malah, pada pernikahan kakak laki-laki si ayah tak muncul.

Saya tahu. Sesempurnanya cinta yang diberikan sama pa,ma,dan keluarga besar, mereka berdua tetap punya lubang besar. Dan pasti kekecewaan yang mendalam kepada ayah kandung mereka. Mereka pasti bertanya, apa salah mereka hingga orang tua kandungnya mengacuhkannya.

Hai teman, kamu tidak mau kan jika kelak anakmu kecewa padamu dan justru mengacuhkan kamu. Apa yang kau cari? Jika kamu sadari awalnya sudah menjadi sebuah kesalahan, justru dengan adanya sang buah hati anggap saja itu kesalahan terindah. Pertama itu bukanlah kesalahan, kesalahan justru terjadi jika kelak kau mengecewakan si buah hati.


Sebuah surat untuk seorang kawan

1 komentar:

a.k.a. Nez mengatakan...

bagus jeng postinganmu. jempol lima :-)