Senin, 18 Mei 2009

ME-TIME, you deserve to have it

Kemarin malam minggu saya berbelanja di carefour ITC. Semuanya berjalan sangat biasa, sampai pada satu titik, di dekat escalator seorang anak kecil jongkok dan tangannya bergeser-geser di lantai. Secara naluri aku langsung bilang, “Adik, jangan di situ!”. Nada biasa, tidak bernotasi tinggi. Dan itu didengar mama si anak. Dengan kasar dia menarik si anak dan bilang ke saya, “Anak saya memang nakal”.

Glek!

Anak saya memang nakal?! Semudah itu? Lalu saya perhatikan si ibu. Amat sangat masih muda. Mungkin seusia darling. Mukanya nampak lelah. Dia menggendong adik si anak tadi. Mungkin usianya masih hitungan bulan, sedangkan kakak yang tadi jongkok, saya yakin usianya tidak lebih dari 3 tahun. Aku menarik nafas panjang dan jujur aku sedih. Aku belum menikah, belum berpengalaman memiliki anak, tapi saya adalah ANAK. Saya membayangkan jika mama saya berucap seperti itu, ANAK SAYA MEMANG NAKAL! Saya pasti patah hati dan sedih luar biasa. Rasanya pengen marahi itu ibu, tapi siapa saya? Yang ada saya bisa diseret satpam ^_^’

Saya bertanya, apakah ibu itu pernah mengajarkan kepada si anak, jika tidak hati-hati di escalator, tangan bisa terjepit. Kalo terjepit akan sakit luar biasa dan bisa-bisa jarinya putus. Sesulit itukah berkomunikasi terhadap anak kecil?! Wah, saya bersyukur sekali punya mama, papa yang memiliki kemampuan berkomunikasi tinggi.

Saat saya berlalu ke tempat parkir, saya memikirkan muka ibu yang lelah sekali. Memang mengurus anak itu ‘melelahkan’. Tapi kan…mereka membawa kebahagian?! Every kids are unique. Atau seperti headline Koran Jawa Pos pagi ini? Baby boom. Membina rumah tangga tanpa kesiapan mental dan financial secara benar. Hiks! Jujur saya sedih. Anak-anak itu jiwa yang bebas. Mereka tidak memiliki pilihan untuk lahir ke dunia. Orang tua yang memiliki pilihan.

Saya teringat curhat seorang kawan, yang menikah muda dan memiliki anak setahun berselang. Dia bilang, “Hang out yuk! Gue males pulang ke rumah”. Hah?! Katanya dia boring. Dia ‘menyesal’ tidak ‘membebaskan’ dirinya terlebih dahulu. Merasakan berkarir, dan terlebih mematangkan jiwa. Kemudian dia menangis. Jujur waktu itu aku tidak komen apa-apa, aku cuma bilang. “Jangan kamu kukung jiwamu, anakmu masih menyusu. Nanti kesedihan itu berimbas”. Dan tangisnya tambah menjadi.

Memang perempuan berkodrat melahirkan, menjaga anak dan suami. Tapi kalo sampai nggak punya ‘me-time’, repot juga. Nggak perlu deh waktu buat SPA. Paling nggak waktu buat berendam di rumah, atau sekedar minum teh sore. Harus kompromi sama suaminya itu. Ini jadi pelajaran amat berharga buat saya. Karena anak bikinnya berdua, masak ngurusnya nggak mau berdua ;p Hehehe…

Have nice moday friends!

Tidak ada komentar: