Pernah atau sedang bimbang karena harus memilih mengikuti suami pindah ke kota/negara lain dengan resiko meninggalkan karir atau memilih menjalankan Long Distance Marriage? Saya kepikiran menulis ini setelah beberapa saat yang lalu membaca tweet dari @FeminaMagazines. Nggak cuman transisi dari bekerja menjadi tinggal di rumah yang bisa
bikin stress. Pindah ke kota lain yang memiliki fasilitas mini dari kota
selama ini kita tinggal lebih-lebih menimbulkan stress buat saya.
Tapi, kemana pun kita pergi, tentu kita yang harus berusaha beradaptasi. Saya mau curhat cerita. Saya sendiri memilih yang pertama. Memilih mengikuti suami pindah ke kota lain dan meninggalkan karir.
Kenapa?
Alasan utama atas nama cinta *digebuki massa* Hahaha.....nggak, mikirnya enggak sesimple itu sih. 7 tahun pacaran kami itu LDR (Surabaya - Jakarta, Surabaya - Manado, Jombang - Jakarta, Surabaya - Bitung). Selama LDR juga jarang banget ketemu karena jadwal kerjaan suka nggak singkron. Alhamdulillah bisa juga sampe di pelaminan. Saya juga heran. Pertimbangan lain, suami itu 'kontrak kerjanya' sebagai abdi negara, bersedia ditempatkan dimana saja di Indonesia raya ini. Iya kalo pilihan kotanya Surabaya, Bandung, Yogya. Pilihan kotanya termasuk di luar pulau jawa dan you know, fasilitasnya agak lebih mini dibanding di Jawa. (Kelak) kesenjangan fasilitas ini bisa saja memaksa kami menjalani long distance marriage. Makanya diputuskan selama bisa bersama, ya tinggal di satu atap.
Ok, cukup curcolnya.
Ikut pasangan pindah kerja ke kota lain, ada material & immaterial costnya. Material cost : menerima kehilangan penghasilan sendiri. Immaterial cost, misalnya kehilangan prestise, image, jejaring sosial. Belum lagi yang sedang di 'puncak karier', bayangan berkarier sebagai Ibu Rumah Tangga mungkn sedikit menakutkan. Belum lagi yang memiliki 'pressure' dari keluarga ; anak perempuan disekolahin tinggi-tinggi masak berakhir di rumah. Hehehe.....
Nah, sedikit tips biar stressnya nggak keterlaluan ketika pindah di tempat baru :
1. Anda + suami + (anak) lebih memiliki kualitas dan kuantitas bersama.
Dibandingkan long distance marriage, tinggal satu atap memungkinkan keluarga untuk berinteraksi lebih sering, kan?
2. Turunkan standar
Errr....ini yang susah. Ketika pindah di tempat sekarang saya tinggal ini yang PALING bikin stres. Penyedia jasa di sini leletnya kebangetan, listrik dan air juga nggak seberlimpah di jawa, walo tinggal di perumahan paling kece saluran air dan udaranya jauh dari standar kesehatan. Lha di kompleks ga ada selokan --"
3. Punya Me Time
Yang masih bisa jadi freelancer, diperbolehkan sekali. Tetap lakukan hobi anda, siapa tahu jadi duit di tempat baru. Merawat diri sendiri juga jadi pilihan menarik.
4. Jalin silahturahmi
Ini nih yang bisa jadi penyeimbang. Tetap jalin komunikasi dengan rekan-rekan anda semasa bekerja (siapa tahu bisa jadi project tiban) dan cari teman-teman baru untuk mempermudah adaptasi.
Apapun pilihan anda, mau ikut suami maupun long distance marriage, jalani dengan ikhlas. Hey, ndak ada yang ini lebih baik daripada yang itu. Semua punya resiko masing-masing, bukan? ;p
Enjoy your life!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar